Analisis Artikel Ekonomi

Monday, 5 October 2015


Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Stastik (BPS) mengapresiasi langkah pemerintah yang mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar pada Oktober sampai Desember 2015 sesuai masa evaluasi. Kebijakan ini akan menjaga seluruh sektor ekonomi yang mengonsumsi BBM.

"Tidak menaikkan harga BBM saja sudah bagus, jadi langkah pemerintah tepat dengan mempertahankan harga BBM," ujar Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Sasmito Hadi Wibowo di kantornya, Jakarta, Kamis (1/10/2015).

Menurutnya, harga BBM yang tidak berubah akan berdampak pada terjaganya harga jual bahan pangan dan tarif angkutan umum. Sehingga inflasi lebih terkendali ketimbang menaikkan atau menurunkan harga BBM.

"Kalau harga BBM tetap, hampir semua sektor yang membutuhkan energi pasti terjaga. Harga bahan pangan dan angkutan tidak ada kenaikan, karena menaikkan harga BBM, dampaknya bisa setahun terasa," terangnya.

Sementara jika menurunkan harga BBM, Sasmito bilang, belum tentu akan berpengaruh pada penurunan harga bahan pangan dan tarif angkutan. Jadi, sambungnya, lebih baik dipertahankan demi menjaga inflasi sampai dengan akhir tahun ini sebesar 4 plus minus 1 persen.

"Kalau harga BBM tetap, biaya hidup tetap atau relatif rendah, jadi kemiskinan akan turun. Tapi nanti dilihat lagi upah buruh secara riil, jika naik maka tandanya penduduk miskin turun," jelas Sasmito.

Sebelumnya Kepala BPS, Suryamin mengatakan, pemerintah memasang target inflasi sebesar 5 persen. Namun ambisinya bisa mengendalikan inflasi di bawah angka itu atau dalam kisaran 3 persen-5 persen.

"Inflasi tahunan jelas akan turun, kita optimistis bisa mencapai target dalam interval 3 persen-5 persen di akhir 2015. Asal kondisinya tetap seperti ini," ‎ucapnya.

Suryamin mengaku, target inflasi bisa tercapai asalkan pemerintah terus berupaya mengendalikan dan mengontrol harga bahan pangan, terutama beras dan harga yang diatur pemerintah (administer prices) seperti BBM, listrik dan elpiji.

"Harga beras harus terus dipantau dan dikendalikan, lalu tidak menaikkan harga BBM. Karena bobot BBM dan beras pada inflasi hampir 4 persen. Dua itu saja deh dipantau terus, karena sudah tidak ada lagi kejadian yang bisa menghambat atau lonjakan harga, seperti Lebaran mengingat dampak Tahun Baru dan Natal‎ tidak sebesar Lebaran. Jadi masih bisa dikontrol," terang Suryamin. (Fik/Zul)


Hasil Analisa Artikel diatas adalah :
  • Artikel diatas mengangkat topik mengenai “Perekonomian di Indonesia” dengan Tema “Efek dari Harga BBM”. Artikel tersebut berjudul “BBM Tak Naik, Harga Pangan dan Transportasi Terjaga”, yang bersumber pada http://bisnis.liputan6.com/read/2330345/bbm-tak-naik-harga-pangan-dan-transportasi-terjaga .
  • Artikel tersebut terdiri dari 10 paragraf. Terdiri dari kurang lebih 334 kata.
  • Paragraf pertama menggunakan pola sebab-akibat, hal tersebut terlihat dari kalimat berikut:
    • Sebab : “mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar”
    • Akibat : “Kebijakan ini akan menjaga seluruh sektor ekonomi yang mengonsumsi BBM.”
  • Pada paragraf kedua, terdapat kalimat langsung, yang dikutip dari Bapak Sasmito Hadi Wibowo, dikatakan kalimat langsung karena kalimat tersebut diiringi tanda petik. Terlihat dari kalimat : "Tidak menaikkan harga BBM saja sudah bagus, jadi langkah pemerintah tepat dengan mempertahankan harga BBM,"
  • Paragraf ketiga menggunakan pola sebab-akibat, dimana menimbulkan  akibat beruntun, terlihat dari :
    • Sebab : “harga BBM yang tidak berubah akan berdampak”
    • Akibat1 : “berdampak pada terjaganya harga jual bahan pangan dan tarif angkutan umum”
    • Akibat2 : “Sehingga inflasi lebih terkendali”
  • Paragraf keempat terdapat kalimat langsung, dimana dalam kalimat tersebut secara tidak langsung terdapat pola sebab-akibat. Terlihat dari kalimat :
    • Kalimat langsung : "Kalau harga BBM tetap, hampir semua sektor yang membutuhkan energi pasti terjaga. Harga bahan pangan dan angkutan tidak ada kenaikan, karena menaikkan harga BBM, dampaknya bisa setahun terasa,"
    • Sebab : “Kalau harga BBM tetap”
    • Akibat : “hampir semua sektor yang membutuhkan energi pasti terjaga. Harga bahan pangan dan angkutan tidak ada kenaikan”
  • Paragraf kelima terdapat kalimat tidak langsung yang ditulis berdasarkan ujaran Sasmito. Terlihat dari kalimat :
    • Kalimat tidak langsung : “Sementara jika menurunkan harga BBM, Sasmito bilang, belum tentu akan berpengaruh pada penurunan harga bahan pangan dan tarif angkutan”
  • Paragraf keenam berisi kalimat langsung, dimana dalam kalimat tersebut mengandung pola sebab akibat dengan akibat berantai. Terlihat dari kalimat :
    • Sebab : “Kalau harga BBM tetap”
    • Akibat : “biaya hidup tetap atau relatif rendah, jadi kemiskinan akan turun”
  • Paragraf ketujuh berisi kalimat tidak langsung yang dapat dilihat dari :
    • Kalimat tidak langsung : “Sebelumnya Kepala BPS, Suryamin mengatakan, pemerintah memasang target inflasi sebesar 5 persen.”
  • Paragraf kedelapan berisi kalimat langsung yang berguna untuk memperkuat kalimat tidak langsung pada paragraph sebelumnya. Terlihat dari kalimat :
    • Kalimat langsung : "Inflasi tahunan jelas akan turun, kita optimistis bisa mencapai target dalam interval 3 persen-5 persen di akhir 2015. Asal kondisinya tetap seperti ini,"
  • Paragraf kesembilan menggunakan pola akibat – sebab, terlihat dari kalimat :
    • Akibat : “target inflasi bisa tercapai asalkan…”
    • Sebab : “pemerintah terus berupaya mengendalikan dan mengontrol harga bahan pangan, terutama beras dan harga yang diatur pemerintah (administer prices) seperti BBM, listrik dan elpiji.”
  • Paragraf kesepuluh berisi kalimat langsung ditandai dengan penggunaan tanda kutip sebelum kalimat. Kalimat tersebut sekaligus menjadi kalimat penutup pada artikel ini.
    • Kalimat langsung : “Harga beras harus terus dipantau dan dikendalikan, lalu tidak menaikkan harga BBM. Karena bobot BBM dan beras pada inflasi hampir 4 persen. Dua itu saja deh dipantau terus, karena sudah tidak ada lagi kejadian yang bisa menghambat atau lonjakan harga, seperti Lebaran mengingat dampak Tahun Baru dan Natal‎ tidak sebesar Lebaran. Jadi masih bisa dikontrol”

0 comments:

Post a Comment