ETIKA PROFESI

Wednesday, 28 September 2016

          Pada tulisan kali ini, blog ini akan membahas mengenai etika profesi akuntansi. Sebelum masuk ke pembahasan yang mendalam, ada baiknya kita mengetahui lebih dahulu apa pengertian etika profesi. Etika berasal dari Bahasa Yunani “Ethos” yang mempunyai arti kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etika juga memiliki arti sebagai berikut :
  • Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
  • Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
  • Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
           Sedangkan kata Profesi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Salah satu contoh profesi adalah akuntan. Setelah mengetahui arti kata etika dan profesi , maka dapat dikatakan bahwa etika profesi adalah sikap profesional seseorang yang memiliki keahlian tertentu dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.

         Terdapat berbagai jenis etika yang perlu kita ketahui bersama, ada etika umum dan etika khusus. Etika umum berisi prinsip moral dasar dan bagaimana seorang manusia dapat mengambil keputusan secara masuk akal. Sedangkan etika khusus merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Dimana individual berarti berisi tanggungjawab serta kewajiban terhadap diri sendiri, dan sosial berarti memiliki tanggungjawab an kewajiban terhadap ligkungan sekitar.

            Etika yang telah dijabarkan diatas tentunya memiliki fungsi, dibawah ini merupakan beberapa fungsi dari etika : 
  • Sebagai norma : etika dapat mewakili cara-cara mengenai sesuatu yang pantas dilakukan dan dilakukan dengan wajar
  • Sebagai aspirasi : mewakili bagaimana orang didalam kelompok atau masyarakat bertingkah laku untuk menjadi bagian dari hubungan antar manusia.
  • Sebagai preskripsi : bersifat memaksa, dimana penyimpangan dan pengabaian etika tidak hanya dicela tetapi juga ditindak.
          Terkadang tidak sedikit orang yang menganggap bahwa arti etika sama dengan etiket, benarkah demikian? Menurut K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000), ternyata etika dan etiket memiliki perbedaan, yaitu sebagai berikut :
  • Etiket menyangkut tata cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia.
    Contoh : Ketika mengambil makanan dari orang lain, maka  harus mengambilnya dengan menggunakan tangan kanan. Jika menggunakan tangan kiri, maka dianggap melanggar etiket.

    Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri
    Contoh : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin artinya mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
  • Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku.
    Contoh: ketika sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki di atas meja makan, maka akan dianggap melanggat etiket. Tetapi jika dilakukan ketika sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka tidak melanggar etiket.

    Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain.
    Contoh : Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain.
  • Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
    Contoh : mengambil makanan dengan tangan kiri.

    Etika bersifat absolut.
    Contoh :  “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
         Diatas telah diberikan gambaran mengenai pelanggaran etiket, salah satunya adalah mencuri. Pelanggaran tersebut bisa terjadi dikarenakan terdapat factor yang mempengaruhi, contohnya adalah adanya kebutuhan Individu, tidak adanya pedoman yang dapat mengatur perilaku, kebiasaan Individu yang salah namun tidak dikoreksi,dan  lingkungan yang tidak etis. Pelanggaran etika yang lain yang sedang marak adalah kasus pembegalan atau pengambilan barang milik orang lain secara paksa yang terkadang bahkan dapat menghilangkan nyawa korbannya.

           Untuk memperkecil dan menekan kasus pelanggaran etika tersebut, maka banyak bermunculan sanksi-sanksi yang dapat diterapkan. Sanksi ini ada beberapa macam, seperti yang pertama adalah sanksi sosial, sanksi ini biasa diberikan oleh masyarakat tanpa melibatkan pihak berwenang seperti sanksi ganti rugi dan pengucilan dari masyarakat sekitar. Kedua, sanksi hukum, sanksi ini diberikan oleh pihak berwenang, dalam hal ini pihak kepolisian dan hakim. Pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat seperti kasus korupsi dan harus diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata.

        Setelah mempelajari dasar dari etika profesi, maka untuk memperjelas akan disajikan kasus mengenai pelangaran etika profesi.
Kasus :
                Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
                Setelah dilakukan audit ulang, pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Tanggapan :
                Aktifitas manipulasi yang dilakukan oleh manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Seorang akuntan seharusnya menunjukkan sikap profesionalisme yang tinggi. Dalam hal ini, akuntan didalam PT. Kimia Farma telah mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan perusahaan semata. Dengan kesalahan penyajian pada laporan keuangan PT. Kimia Farma, menyebabkan investor salah dalam mengambil keputusan.
                Meskipun tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan, Kantor akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa tetap bersalah, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan palsu atau tidak.

sumber :
Slide presentasi Etika Dan Regulasi oleh Maria Christina
bsanti.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/13137/Teori++etika.ppt

0 comments:

Post a Comment