Mengertilah kalian dengan keadaan kami. Mengertilah kalian
dengan profesi kami. Kami memang waria, tapi tahukah kalian? Jiwa kami utuh,
sama seperti kalian. Ini hanya profesi kami, sama seperti kalian yang
menggunakan baju badut nan lucu sebagai profesi pebadut, sama seperti kalian
yang menggunakan jas hitam nan gagah sebagai eksekutif muda. Apa kah kami
memang layak dihina?
Ingatlah, setidaknya kami tidak seperti mereka yang
menggunakan topeng untuk memperkaya diri mereka, kami tidak sehina tikus tikus
kantor itu. Lebih hina manakah? Kami atau mereka?. Di pikiran kami, tak pernah
sedikit pun terlintas hanya ingin meminta dengan kalian, meskipun itu lebih
mudah dari pada menjadi seorang waria. Setidak nya kami berusaha mencari nafkah
dengan bernyanyi alakadarnya. Lebih hina manakah? Kami atau mereka yang tidak
berusaha?
Sepanjang hari, kami keluar rumah dengan wajah ceria, dengan
pakaian yang seperti biduan kekar, kami berjalan kesana kemari mencari nafkah,
di cerca, di cela, di hina, di cemooh, di tertawakan, itu sudah makanan pokok
kami sehari hari. Tebar tawa nan riang di setiap kalian melakukan semua itu
kepada kami. Sampai kalian pikir mungkin ‘urat malu’ kami sudah putus, bahkan
sudah tidak ada. Tapi tahukah kalian? Usai senja kami pulang ketempat kami beristirahat,
menghitung satu demi satu koin yang kami dapat, koin yang mungkin tidak
terlihat berharga dimata kalian, koin yang mungkin sudah malu untuk kalian bawa
ke warung kecil untuk membeli sesuatu atau bahkan hanya untuk jajan permen.
Tapi bagi kami, itu adalah anugrah tuhan hari ini, kami bawa koin koin itu
untuk di tukar dengan segenggam beras. Tak pernah terpikir oleh kami untuk malu
membeli sesuatu dengan koin itu, karena jika seperti itu, kami akan mati kelaparan.
Saat malam mulai mencekik, kami terbaring di tempat yang
seadanya, untuk meluruskan kaki pun kadang kami tak mampu. Di saat itu, pikiran
kami melayang, memikirkan apa yang telah terjadi di hari ini. Cemoohan kalian,
tertawaan kalian , yang sungguh sebenarnya membuat hati kami lirih, tetesan air
mata kadang sudah tak mampu kami bendung lagi, bagaimana pun kami tetap lah
manusia biasa. Ketika kalian menghina kami, mentertawakan kami, kami akan
terlihat biasa saja bahkan seperti tak perduli, tapi tahukah kalian? Di kala
itu kami menahan segala kesedihan, kami coba tampakan pada kalian segala
keceriaan yang ada. Dan di saat itu kami berdoa, teimakasih tuhan atas hari
ini, terimakasih atas nikmat mu sampai hari ini, terimakasih pula kami masih
bisa membuat orang lain tertawa dengan cara kami sendiri..
0 comments:
Post a Comment