Sungguh
kau lah senja..
Ada
saat nya kau akan tenggelam
Bersama
malam, bersama hitam
Bersama
segala keindahan mu..
-------------------------------------------------------------------------------------
“Kenalin, gue Genta, dari kelas 103.
Lo?”
“Gue Mega, 101”
Itu awal kami
berjabat tangan, awal persahabatan yang cukup indah. Kami di pertemukan di
tingkat 2 jurusan IPA di kelas yang sama. Aku bukan lah orang yang pandai
bersosialisasi dengan singkat memang, tapi entah mengapa saat itu sangat mudah
bagiku untuk dekat dan merasa nyaman dengan nya. Mungkin karena kami punya hobi
yang sama yaitu seorang Filatelli, ya meskipun masih amatiran hehe. Dikelas, kami duduk berdua, dan memang sering menghabiskan waktu bersama walau sekedar
berburu perangko perangko era 2000 kebawah.
“Genta…”
“Apa
Meg?”
“Gue
ga kuat gen......”
“Lo kenapa ?!! Gue kerumah lo sekarang !! ”
Yap, Genta
memang selalu ada jika aku sedang butuhkan, bahkan tidak segan untuk menawarkan
diri. Tepat pukul 7.00 malam suara motor berhenti di depan pagar rumah, dan
diiringi oleh dering pesan masuk
“Keluar
buruan, gue didepan nih”
Secepat kilat
aku keluar rumah membuka pagar dengan mata yang masih membengkak akibat
tangisan. Genta kaget melihat ku keluar dengan wajah yang benar benar tidak
karuan. Pelukan nya seketika menghampiri dan sungguh itu adalah pelukan sahabat
yang sangat menenangkan. Memang malam itu ayah ibu ku bertengkar hebat, dimana
pada akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai, Ibu entah pergi kemana, aku
sudah menahannya namun aku tak sanggup, dan sungguh itu keputusan yang benar benar
menjatuhkan ku. Aku ceritakan semua kepada Genta sampai tidak sadar bahwa
setiap kata yang keluar dari mulut ku disertai oleh tetesan air mata. Banyak
kata kata yang turut keluar dari Genta mengiringi setiap tetesan ini.
“Yang
pergi akan kembali Meg pada saat nya, percaya dan yakin”
Kata kata itu
membuat ku kembali menemukan titik terang, titik dimana ada sebuah semangat
yang muncul dari dalamnya. Tak terasa waktu berlalu cepat dan sudah 3 jam aku
bersamanya untuk melepas tangisan. Genta pun pamit pulang karena memang sudah
larut malam. Entah apa yang aku pikirkan saat itu hingga tercetus saja dari
mulut..
“Gen,
lo ga bakal ninggalin gue sendirian kan?”
“Gue ga akan pergi di hari kesedihan lo Mega”
jawabnya di sambut senyumannya yang menyejukan.
“Gue ga akan pergi di hari kesedihan lo Mega”
jawabnya di sambut senyumannya yang menyejukan.
----::----
Hari hari ku
setelah kejadian itu dapat aku lalui dengan sewajarnya dan seceria mungkin,
karena kehadiran Genta tentunya. Sampai saat nya tiba dimana aku sedang mencari
novel di dalam tas yang baru saja kupinjam siangnya di perpustakaan sekolah.
Aku menemukan sepucuk surat berwarna jingga di dalam tas,
“Mega, gue udah lama nyimpen perasaan ini, semakin gue
pendem semakin ga bisa gue tahan, sampe akhir nya gue beraniin diri buat nulis
surat ini. Maafin gue meg, gue punya perasaan lebih sama lo, maafin gue ga bisa
jaga persahabatan kita, maafin gue yang terlalu lancang, gue cuma mau lo tau
apa yang gue rasain, gue nunggu jawaban lo meg, kapan pun akan gue tunggu”
Membaca surat
itu, emosi ku memuncak tak terarah, aku sobek surat jingga itu, aku menangis
sejadi nya, sungguh aku belum bisa terima apa yang dikatakan Genta di dalam
surat itu. Sampai aku tertidur dengan air mata yang masih setia membasahi wajah
ku.
----::----
Paginya, aku tak
lagi seperti biasa, tanpa disengaja, aku menjauh dari Genta, setiap kali ia
menghampiriku, aku selalu menjauh, aku tak pernah lagi berbicara pada nya, aku
tak pernah lagi menghabiskan waktu bersamanya. Memang serasa ada yang hilang di
setiap hari ku, tapi sungguh surat jingga itu selalu mengingatkan ku dan
memancing emosi untuk memuncak.
Berbulan bulan
aku perlakukan Genta seperti itu. Sampai pada suatu malam aku tersadar, Apa
yang aku lakukan selama ini terhadap nya? Mengapa aku seperti itu? Apa salah
nya mengungkapkan perasaan?. Pertanyaan yang memang hanya dapat aku jawab
dengan tangisan tiada henti. Genta, maafkan aku selama ini, sungguh aku merasa
bersalah. Aku berniat untuk meminta maaf padanya esok hari . Sungguh Genta, aku menyesal.
----::----
Aku melamun,
masih menunggunya, sungguh pagi ini membuat ku sulit bernafas lega. Tidak biasa
nya Genta datang terlambat. Dan sampai bell berbunyi, tak ada tanda
kehadiranya. Genta..?
Ah, mungkin ia sakit, tepis ku. Berhari hari tidak ada kabar, hingga berminggu minggu, sampai akhirnya aku bertanya pada Andi yang ku tau ia dekat dengan Genta.
Ah, mungkin ia sakit, tepis ku. Berhari hari tidak ada kabar, hingga berminggu minggu, sampai akhirnya aku bertanya pada Andi yang ku tau ia dekat dengan Genta.
“Ndi,
mmmm gue udah lama gak liat Genta, sakit ya?”
“Lo gak tau emang meg?”
“Lo gak tau emang meg?”
“Tau
apaan?”
“Genta kan udah gak sekolah disini lagi kali, gue kira lo udah tau”
“Genta kan udah gak sekolah disini lagi kali, gue kira lo udah tau”
“Terus
sekarang genta dimana?”
“Gua juga kurang tau meg, Genta gamau cerita cerita ke gue,,”
“Gua juga kurang tau meg, Genta gamau cerita cerita ke gue,,”
Sungguh aku
usaha sekuat mungkin untuk menahan setetes demi setetes yang memaksa keluar
dari kedua mata ini. Gentaaaaaaaaaaaaaa !!!!!!!!!!!!
----::----
Setiap hari yang
kulalui setelah hari itu selalu diiringi perasaan menyesal yang tiada
berujung,aku selalu menunggu
kedatanganmu untuk ku yang kedua kalinya..
“Yang
pergi akan kembali Meg pada saat nya, percaya dan yakin”
Genta, apa kamu masih ingat kata kata itu?, aku selalu percaya dan yakin padamu Genta. Datanglah untuk kedua kalinya di dalam kehidupan ini, aku sungguh mendambakan keceriaan yang telah hilang karena surat jingga itu..
Sungguh
kau lah senja..
Ada
saat nya kau akan tenggelam
Bersama
malam, bersama hitam
Bersama
segala keindahan mu..
0 comments:
Post a Comment