Surat Jingga...

Tuesday, 8 October 2013

------------------------------------------------------------------------------------


Sungguh kau lah senja..
Ada saat nya kau akan tenggelam
Bersama malam, bersama hitam
Bersama segala keindahan mu..

-------------------------------------------------------------------------------------

“Kenalin, gue Genta, dari kelas 103. Lo?”
“Gue Mega, 101

              Itu awal kami berjabat tangan, awal persahabatan yang cukup indah. Kami di pertemukan di tingkat 2 jurusan IPA di kelas yang sama. Aku bukan lah orang yang pandai bersosialisasi dengan singkat memang, tapi entah mengapa saat itu sangat mudah bagiku untuk dekat dan merasa nyaman dengan nya. Mungkin karena kami punya hobi yang sama yaitu seorang Filatelli, ya meskipun masih amatiran hehe. Dikelas, kami duduk berdua, dan memang sering menghabiskan waktu bersama walau sekedar berburu perangko perangko era 2000 kebawah.

“Genta…”
“Apa Meg?”
“Gue ga kuat gen......”
“Lo kenapa ?!! Gue kerumah lo sekarang !! ”

            Yap, Genta memang selalu ada jika aku sedang butuhkan, bahkan tidak segan untuk menawarkan diri. Tepat pukul 7.00 malam suara motor berhenti di depan pagar rumah, dan diiringi oleh dering pesan masuk

“Keluar buruan, gue didepan nih”

         Secepat kilat aku keluar rumah membuka pagar dengan mata yang masih membengkak akibat tangisan. Genta kaget melihat ku keluar dengan wajah yang benar benar tidak karuan. Pelukan nya seketika menghampiri dan sungguh itu adalah pelukan sahabat yang sangat menenangkan. Memang malam itu ayah ibu ku bertengkar hebat, dimana pada akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai, Ibu entah pergi kemana, aku sudah menahannya namun aku tak sanggup,  dan sungguh itu keputusan yang benar benar menjatuhkan ku. Aku ceritakan semua kepada Genta sampai tidak sadar bahwa setiap kata yang keluar dari mulut ku disertai oleh tetesan air mata. Banyak kata kata yang turut keluar dari Genta mengiringi setiap tetesan ini.

“Yang pergi akan kembali Meg pada saat nya, percaya dan yakin”

             Kata kata itu membuat ku kembali menemukan titik terang, titik dimana ada sebuah semangat yang muncul dari dalamnya. Tak terasa waktu berlalu cepat dan sudah 3 jam aku bersamanya untuk melepas tangisan. Genta pun pamit pulang karena memang sudah larut malam. Entah apa yang aku pikirkan saat itu hingga tercetus saja dari mulut..

“Gen, lo ga bakal ninggalin gue sendirian kan?”
“Gue ga akan pergi di hari kesedihan lo Mega” 

jawabnya di sambut senyumannya yang menyejukan.


----::----


           Hari hari ku setelah kejadian itu dapat aku lalui dengan sewajarnya dan seceria mungkin, karena kehadiran Genta tentunya. Sampai saat nya tiba dimana aku sedang mencari novel di dalam tas yang baru saja kupinjam siangnya di perpustakaan sekolah. Aku menemukan sepucuk surat berwarna jingga di dalam tas,



“Mega, gue udah lama nyimpen perasaan ini, semakin gue pendem semakin ga bisa gue tahan, sampe akhir nya gue beraniin diri buat nulis surat ini. Maafin gue meg, gue punya perasaan lebih sama lo, maafin gue ga bisa jaga persahabatan kita, maafin gue yang terlalu lancang, gue cuma mau lo tau apa yang gue rasain, gue nunggu jawaban lo meg, kapan pun akan gue tunggu”



             Membaca surat itu, emosi ku memuncak tak terarah, aku sobek surat jingga itu, aku menangis sejadi nya, sungguh aku belum bisa terima apa yang dikatakan Genta di dalam surat itu. Sampai aku tertidur dengan air mata yang masih setia membasahi wajah ku.


----::----


       Paginya, aku tak lagi seperti biasa, tanpa disengaja, aku menjauh dari Genta, setiap kali ia menghampiriku, aku selalu menjauh, aku tak pernah lagi berbicara pada nya, aku tak pernah lagi menghabiskan waktu bersamanya. Memang serasa ada yang hilang di setiap hari ku, tapi sungguh surat jingga itu selalu mengingatkan ku dan memancing emosi untuk memuncak.
             Berbulan bulan aku perlakukan Genta seperti itu. Sampai pada suatu malam aku tersadar, Apa yang aku lakukan selama ini terhadap nya? Mengapa aku seperti itu? Apa salah nya mengungkapkan perasaan?. Pertanyaan yang memang hanya dapat aku jawab dengan tangisan tiada henti. Genta, maafkan aku selama ini, sungguh aku merasa bersalah. Aku berniat untuk meminta maaf padanya esok hari . Sungguh  Genta, aku menyesal.


----::----


             Aku melamun, masih menunggunya, sungguh pagi ini membuat ku sulit bernafas lega. Tidak biasa nya Genta datang terlambat. Dan sampai bell berbunyi, tak ada tanda kehadiranya. Genta..?
Ah, mungkin ia sakit, tepis ku. Berhari hari tidak ada kabar, hingga berminggu minggu, sampai akhirnya aku bertanya pada Andi yang ku tau ia dekat dengan Genta.

“Ndi, mmmm gue udah lama gak liat Genta, sakit ya?”
“Lo gak tau emang meg?”
“Tau apaan?”
“Genta kan udah gak sekolah disini lagi kali, gue kira lo udah tau”
“Terus sekarang genta dimana?”
“Gua juga kurang tau meg, Genta gamau cerita cerita ke gue,,”

               Sungguh aku usaha sekuat mungkin untuk menahan setetes demi setetes yang memaksa keluar dari kedua mata ini. Gentaaaaaaaaaaaaaa !!!!!!!!!!!!


----::----


           Setiap hari yang kulalui setelah hari itu selalu diiringi perasaan menyesal yang tiada berujung,aku  selalu menunggu kedatanganmu untuk ku yang kedua kalinya..

“Yang pergi akan kembali Meg pada saat nya, percaya dan yakin”

                Genta, apa kamu masih ingat kata kata itu?, aku selalu percaya dan yakin padamu Genta. Datanglah untuk kedua kalinya di dalam kehidupan ini, aku sungguh mendambakan keceriaan yang telah hilang karena surat jingga itu..

Sungguh kau lah senja..
Ada saat nya kau akan tenggelam
Bersama malam, bersama hitam
Bersama segala keindahan mu..


0 comments:

Post a Comment